Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

Panorama Alami Air Terjun Perigi

Gambar
 Air terjun Perigi atau Cughub Perigi , memang tidak setenar lokasi wisata alam lainnya di Kabupaten Lahat , Sumatera Selatan . Berada di tengah-tengah kebun karet milik warga. Meski sejak dulu sudah ada, namun baru satu tahun terakhir mulai ramai dikunjungi warga. Warga sekitar dan masyarakat Kabupaten Lahat mengenalnya dengan Air Terjun Perigi karena lokasinya yang tak jauh dari Desa Perigi.

Gara-gara Potong Rambut

  “Dasar goblok, tidak sadar diri, ngaca dong!” Saya dicerca sedemikian rupa oleh sahabat saya sendiri. “Mana mungkin ia cinta padamu, wong kenthir (orang gila), dia itu siapa, kamu siapa. Jangan naif dong!” kalimat yang terakhir itu, jelas saya tidak mengerti artinya. Dicerca sedemikian rupa itu, saya tidak bereaksi apa-apa, tetap duduk sambil membuka lembar demi lembar buku yang saya pegang tanpa sama sekali ada maksud untuk membacanya. Saya maklum betapa besar rasa sayang sahabat saya itu, kepada saya. Tapi dasar saya yang katanya goblok tidak pernah bisa benar-benar menyadarinya. Sudah berkali-kali ia berlaku demikian kepada saya dan inti kata-katanya selalu mudah ditebak. Ia menyayangkan umur saya yang sudah tua (menurutnya) yang tidak segera menemukan calon istri dan bahkan terbentur kenyataan selalu ditolak mentah-mentah oleh perempuan. Kalaupun tidak ditolak pasti ditinggal kawin. 

Harap Disiram

Kamar kecil, toilet, WC atau apa pun namanya, tidak hanya berfungsi sebagai kamar pribadi memenuhi panggilan jiwa semisal pipis dan ee’ . Tapi ternyata fungsinya lebih dari yang pernah kita tahu. Toilet juga merupakan kamar pribadi untuk mengguratkan isi jiwa dan kepenatan isi kepala. Saya tidak sedang mengada-ada, dalam hal ini saya yakin anda tidak akan kesulitan mencari buktinya, terlebih zaman sekarang. Sebab setiap bangunan memiliki kamar pribadi ini, sekolah, kampus, hotel, kos-kosan, rumah-rumah di kota dan juga rumah-rumah di desa, hampir seluruhnya memiliki ruangan khusus ini. Meski masih saja sering kita lihat ada yang suka pipis di pojok ruangan atau pinggiran jalan, itu bukan berarti rumah mereka tidak memiliki toilet. 

Kabar dariTransmigran

Ia adalah warisan nenek moyang Bangsa Timur, Indonesia khususnya. Warisan   ini pernah tenar berpuluh tahun lamanya, tepatnya semenjak Soeharto menjadi presiden. Bahkan pernah pula menjadi nama kabinet semasa pemerintahan Megawati, kabinet Gotong Royong.  Saya menyebutnya sebagai sebuah warisan sebab gotong-royong bukanlah hasil rumusan ilmuwan, melainkan lahir dari rahim dialektis logika, etika dan estetika nenek moyang tentang bagaimana harus berhubungan dengan Tuhan, manusia dan alam. Bahkan   ilmu-ilmu sosial, antropologi kontemporer belum mampu melahirkan konsep-konsep yang lebih ‘ mak nyos’ dari itu.    

Saya Bisa Menjadi Kekasih

Sebulan yang lalu, pada tanggal yang sama di tempat dan waktu yang berbeda. Untuk mengisi malam yang saya rasa begitu suntuk. Saya iseng-iseng sms an dengan teman perempuan saya nun jauh di seberang pulau sana. Sebagai catatan, teman perempuan saya itu sama sekali belum pernah kulihat wajahnya. Awalnya biasa-biasa saja, saling bertanya kabar terakhir dan saling memberitahu kegiatan masing-masing. Kemudian melebar ke berbagai hal lain sampai kepada pertanyaan ‘sedang jomblo atau tidak?’ ‘masih membuka lowongan tidak?’ dan kalimat lain sebagaimana perbincangan dua muda-mudi. Setelah ber sms ke sana-kemari. Entah berangkat dari sudut mana, sampailah kemudian saya bilang bersedia untuk menjadi kekasihnya, bersedia menyayanginya juga mencintainya, meski belum pernah ketemu. Artinya saya nekat, ibarat orang main judi nasib-nasiban. Padahal kalimat itu saya kirimkan hanya berdasar iseng belaka. Tidak benar-benar serius. Tapi sejurus kemudian, demi membaca balasan darinya, timbul kekhawa

Oleh-oleh dari Ngayogyakarta Hadiningrat

Saya tidak membawa oleh-oleh apa pun ketika saya kembali ke Palembang dari Jogja. “Apa pun” yang saya maksudkan itu adalah barang-barang yang umumnya dibawa oleh mereka yang pulang dari Jogja. Semisal blangkon, kaos DAGADU, baju batik dan barang lain ‘khas Jogja’ , juga makanan .  Bukan niat saya untuk tidak membawa oleh-oleh, namun ‘dana asmara’ yang saya miliki tidak mencukupi untuk beli barang-barang begituan. Bisa beli tiket bis saja syukurnya sudah tidak karuan. Boro-boro mau beli segala macam oleh-oleh. Jadi, ketika teman-teman menanyakan oleh-oleh, saya pura-pura tidak dengar. Meskipun tidak bawa barang, saya punya oleh-oleh cerita, lumayan daripada tidak punya oleh-oleh sama sekali.

Cerita dari Bangku Kuliah

Ini tulisan saya yang terlewat dan belum di upload. Saya bersama istri sengaja selalu menyempatkan diri berbelanja pada hari-hari efektif, maksudnya bukan pada hari libur semisal malam minggu. Hal itu kami lakukan bukan tanpa pertimbangan. Maklum, super market kalau pada hari libur ramainya minta ampun.   Itu alasan yang pertama. Kedua, pada hari-hari libur antrian di kasir akan begitu panjang dan tentunya membutuhkan waktu lama. Sebab budaya kita ngantri bukanlah berjejer melainkan bergerombol. Semangat untuk saling mendahului begitu kentara. Belanja hanya butuh waktu lima belas menit, ngantrinya setengah jam. Ketiga, ketika berbelanja kami tidak perlu berdesakan atau bahkan berebutan dengan pembeli lainnya. Lebih leluasa memilih barang yang hendak kami beli dan rasanya lebih luas. 

Cuma Seribu

Dua minggu ini pikiran dan jemari saya sibuk betul. Tiga majalah sudah saatnya deadline, satu Koran mingguan juga deadline, sementara tesis saya belum juga di acc. Kalau saja batok kepala dibuat dari kaca bening, barangkali bisa dilihat langsung kencangnya putaran meteran di kepala saya. Pertanda penggunaan listriknya banyak. Dan untungnya listrik di kepala saya tidak byar-pet seperti listrik PLN. Alhamdulillah, itu semua akhirnya selesai juga dengan segala kekurangannya. Majalah sudah siap cetak, Koran juga sudah beredar, tesis sudah acc. Nah, pada bagian tanda tangan tesis yang masih mengganjal. Tiga diantara tanda tangan yang harus ada belum terselesaikan. Pembimbing II sudah tandatangan, ketua dan sekretaris sidang munaqasyah I memang sedang berada di tempat. Artinya, sewaktu-waktu bisa saya datangi untuk saya mintai tandatangan. Akan tetapi, mereka (ketua dan sekretaris sidang) tidak akan tanda tangan jika kedua pembimbing belum tandatangan. Sementara, pembimbing I saat ini s

Cerita yang Kuceritakan

Gambar
Suat u hari aku didatangi seorang laki-laki setengah baya, kira-kira umurnya 30-35 tahun. Berbaju necis, jam tangan hitam melingkar di lengan kananya, bersepatu kinclong, membawa tas jinjing. Wajahnya juga bersih, rambut berbelah tengah dan nampaknya selalu memakai minyak rambut. Bau badannya pun wangi, aku mencium baunya dari tempat dudukku. Aku tahu persis ia memakai parfum merek Marlboro, aku sering juga menggunakannya. Kami duduk berhadapan, begitu dekat hanya terhalang oleh meja kerja ku.

Hari-hari Mengesalkan

Hari-hari yang saya lalui begitu padat sekaligus mengesalkan. Sejak sidang tesis I tanggal 12 januari kemarin. Hari-hari berikutnya saya sibuk mengejar-ngejar dua penguji untuk perbaikan tesis. Ini sangat penting sebab sebelum dua penguji kasih tanda tangan tanda setuju, sidang   II belum bisa dilaksanakan. Mengesalkan satu. Pak Firdaus susah sekali ditemui. Janji setiap jum’at pagi bisa ketemu di kantornya, di ruang dosen tarbiyah. Namun nyatanya sudah berapa kali jum’at, beliau tetap tidak ada di kantornya. Berulang kali saya mencoba hubungi Hpnya tapi tidak pernah diangkat, di sms juga tidak pernah membalas. Padahal beliau sendiri yang bilang, kalau sudah ada di kampus telpon bapak saja. Toh nyatanya tetap saja tidak ada respon apa-apa.

Berdarah-darah di Sidang Tesis I

Gambar
Sejak dua hari yang lalu rasa cemas terus menghantuiku. Tepatnya sejak pengumuman ujian tertutup untuk saya sudah dijadwalkan. Hari Rabu 12 Januari 2011 pukul 10.00WIB bertempat di ruang sidang lantai III PPS IAIN Raden Fattah.  Dr Firdaus Basuni sebagai penguji II dan Prof Hatamar Rasyid penguji I. Ketua sidang Prof Ris’an Rusli dan sekretaris sidang Dr Amir Rusydi.

Rhoma Irama dan Sandalku (Duet maut dalam bus antar kota)

Gambar
Setelah menunggu lebih dari dua jam, akhirnya sebuah bis antar kota yang ku tunggu datang juga. Bis tiga perempat IMI ekonomi jurusan Palembang-Jambi  membawaku ke Palembang. Penumpang sudah penuh dan begitu sesak, aku tak dapat tempat duduk. “ Berdiri dulu , Mas. Di depan ada yang turun sebentar lagi,” kata kernet kepadaku. Aku paham itu bahasa khas kernet untuk mendinginkan hati penumpang yang tidak kebagian tempat duduk. Memang kulihat tak ada lagi tempat duduk kosong, bahkan untuk berdiri pun serasa susah. Anehnya, sang kernet tetap saja teriak-teriak memanggil calon penumpang.