Sekolah Gajah di Balik Bukit Serelo




11 Maret 2010, kamis siang menjelang sore, perjalanan yang sudah kami rencanakan sejak dua hari sebelumnya, akhirnya terlaksana. Ini adalah perjalanan kali pertama kami, tim Tavern Artwork ke Bukit Serelo Kabupaten Lahat. Ditemani oleh salah seorang pegawai Humas Pemda Lahat, Supriyanto yang sekaligus berperan sebagai penunjuk jalan. Selepas makan siang hampir sore di sebuah warung makan jawa, kami menuju Bukit Serelo. Bukit Serelo merupakan bagian dari gugusan Bukit Barisan yang hanya terdapat di wilayah Sumatera. Dari kejauhan, visualisasi Bukit Serelo nampak seperti jempol diacungkan, karenanya masyarakat sekitar lebih mengenal dengan sebutan Gunung Jempol, meskipun nyata-nyata itu adalah sebuah bukit. Tak mengapalah, toh Bukit Serelo dan barangkali juga ‘penunggunya’ tak pernah memprotes soal sebutan itu.
Seperti halnya pemandangan sebuah bukit daerah tropis, beragam tanaman hutan tumbuh dan menghijau di Bukit Serelo, dihiasi aliran sungai lematang meliuk-liuk mengelilinginya. Cerita ini, pemandangan dan sungai-sungai, sudah kami dengar jauh hari sebelum menapaki tanah Lahat. Hanya saja yang berbeda adalah ternyata perjalanan menuju ke sana tak sesulit seperti cerita yang pernah kami dengar. Dari pusat kota hanya berjarak lebih kurang 20 Km. Nampak sekali bahwa jalan menuju ke sana merupakan jalur ramai, bukan jalan yang sempit namun juga tak bisa disebut lebar, hanya cukup untuk berpapasan dua mobil. “Di depan sana banyak dusun, “ terang Lik Yanto, begitu kami akrab memanggil pegawai Humas yang medok jawa itu. Jalan yang kami lalui, kata Lik Yanto juga menjadi jalan utama truk-truk pengangkut batu bara yang digali dari kaki Bukit Serelo. Benarlah adanya keterangan Lik Yanto, beberapa menit usai kami dengar keterangan itu nampak ratusan truk berjejer di sebelah kiri jalan, memakan setidaknya 1/3 jalan. Tak sempat kami tanyakan, mereka sedang mengantri atau memang garasi mereka di situ. Kami melintas begitu saja.
Naik turun dan berkelok-kelok layaknya tipikal jalan perbukitan. Sopir kami harus hati-hati, selain ini perjalanan pertama, di kanan kiri jalan juga terdapat jurang meski tak dalam, namun cukup untuk menaikkan adrenalin. Karenanya, perjalanan 20 Km itu harus kami tempuh tak kurang dari satu jam.
Bukit Serelo, selain menjanjikan pemandangan alam nan elok, di sana juga terdapat salah satu tempat penangkaran gajah di Indonesia Terletak di Desa Perangai Kabupaten Lahat. Sekolah gajah itulah sebenarnya destinasi perjalanan kami. Ingin melihat dari dekat apa dan bagaimana sekolah gajah tersebut. Informasi yang kami dapat bahwa gajah-gajah di sana sekolah, dilatih supaya jinak dan dapat membantu pekerjaan manusia, tentunya tidak semua pekerjaan. Seperti membantu mengangkut barang-barang dan kayu.
Sampai di tempat yang kami tuju, gerimis mulai turun. Kami menemui penjaga Sekolah Gajah yang tengah asyik bermain kartu bersama beberapa rekannya. Namun kami tak melihat bangunan yang menyiratkan ada ‘sekolah’ untuk para gajah di tempat itu. Kami pun bertanya-tanya sesama kami. Di mana sekolahannya?
“Ada yang bisa kami bantu, pak,” tanya sang penjaga. Lik Yanto lantas menjelaskan maksud dan tujuan kami datang ke tempat ini. “Waduh, gajah-gajahnya sedang di gembalakan. Kalau bersedia langsung saja ke sana,” terangnya sembari menunjuk ke hutan. Mendapati keterangan seperti itu, kami jelas’gondok’ banget. Kalaupun kami menyusul ke hutan, kami tak tahu harus berbuat apa dengan gajah-gajah itu selain memfotonya. “Bisa dipanggilkan nggak, Mas,” Lik Yanto menawar. Sang penjaga pun kemudian menjelaskan panjang lebar. Intinya, hari ini bukan jadual para gajah bersekolah. “Nanti saya kasih kabar kapan para gajah akan dilatih. Hari ini jadual mereka untuk digembalakan di hutan,” jawab sang penjaga ketika kami tanyakan jadualnya. “Baik Mas. Barangkali lain kali saja kami kembali kemari. Terimakasih,” Lik Yanto bersalaman dan mohon diri.
Sebenarnya kami masih ingin lebih lama di tempat itu, meski tak menemui gajah, pemandangan di sekitar kantor penjaga tersebut begitu mempesona. Bukit Serelo nampak jelas dari belakang, bukit-bukit kecil yang mengelilinginya juga nampak jelas dibanding ketika dilihat dari depan. “Kita datang sudah terlalu sore. Saya juga ingin pulang, Mas,” kata Lik Yanto seolah membaca keinginan kami.
Perjalanan kami hari ini ke Bukit Serelo memang tak sesuai dengan rencana. Kami tak berhasil menemui gajah, tak mendapati informasi apa pun tentang sekolah gajah, apalagi untuk melihat dari dekat para gajah bersekolah. Namun pesona alam yang tersaji di sana, impas untuk membayar itu semua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Berhaji dengan Bambang

Panorama Alami Air Terjun Perigi

JEJAK PENYAIR