Istriku dan Cinta



Saya dan istri sudah menikah tiga bulan lalu. Hingga bulan ketiga pernikahan, istri belum menunjukkan tanda-tanda hamil. Tamu bulanan istriku kemarin datang lagi. Istri saya memberitahu lewat sms, aku gagal lagi menjadi calon ibu…tulisnya. Saya memang sedang di Kota Toboali lebih kurang tiga jam perjalanan dari Kota Pangkalpinang, untuk terlibat dalam penelitian kerjasama STAIN dengan BKKBN Provinsi Babel.
Setelah itu, masuk lagi sms dari istri yang intinya mohon maaf karena belum juga hamil. Sms lagi dan lagi. Sabar, itulah jawaban saya. Kemudian kembali istri saya sms, “ rasanya aku sedih sekali. ” saya katakan sekali lagi “ sabar, semua ada waktunya. Allah sangat tahu kapan waktu yang tepat buat kamu untuk hamil. Yakinlah ini semua bagian dari cara Allah mencintai kita,”.

Saya tidak tahu benar apakah jawaban itu bisa menenangkan hati istri. Ia hanya menjawab ‘terimakasih.’ Tapi saya sangat berharap ia tidak lagi merisaukan kebelumhamilannya. Sebab bagi saya menikah adalah berkeluarga bukan kawin.  Soal keturunan itu adalah hak prerogative Allah untuk menentukannya. Saya berkyakinan, kita tidak akan pernah bisa membuat anak. Kita hanya bersenggama dan akibatnya istri hamil. Itu sudah saya utarakan berkali-kali dengan istri. Mudah-mudahan ia paham.
Saya kemudian memahami kesedihannya setelah mengenang beberapa sahabatnya yang pernikahannya tidak terpaut jauh. Hanya satu atau dua minggu sebelum dan sesudah kami. Sahabat-sahabat istri saya itu sudah hamil menginjak bulan kedua atau bahkan sejak sebulan pertama mereka menikah. Sebagai perempuan dan istri, maklum jika ia merasa sedih mengenai itu.
Saya khawatir kesedihannya akan berlarut-larut dan mempengaruhi kondisi psikologisnya yang pada akhirnya akan menyalahkan diri sendiri dan memuncak kepada menyalahkan Allah atas semua yang ada. Saya benar-benar khawatir, sebab niat dasar berkeluarga yang saya bangun, pondasi utamanya karena Allah saja. Mudah-mudahan itu cuma kekhawatiran saya saja. Istri saya memiliki basic kegamaan yang lebih daripada saya. Ia lama di pesantren, meskipun itu bukan jaminan. Tapi demi melihat ekspresi keagamaan keluarga besarnya, saya yakin istri saya tidak akan sampai kepada menyalahkan Allah. Semoga,  Amin.
Semalam, saya terlibat obrolan dengan salah satu tokoh agama di Panca Tunggal, salah satu desa program transmigrasi di Kecamatan Air Gegas. Pak Mahfudz atau akrab dipanggil Pak Da’i. Selain memperbincangkan kesehatan reproduksi, sebagaimana penelitian yang kami laksanakan, saya juga sempat memintanya untuk memberikan tips-tips agar istri saya segera hamil. Jawabannya senada dengan sms yang saya kirimkan kepada istri. Beliau menekankan, bahwa jika Allah dan kecintaan kepada Rasulullah yang menjadi pondasinya, niscaya tantangan yang akan dihadapi justru semakin berlipat,sebab memang demikian cara Allah menakar kadar kecintaan umatnya.
“ sabar saja, mas. Orang-orang arif dan bijak sejak jaman dahulu dan hingga nanti akan selalu dicintai Allah dengan caraNya sendiri,” kata Pak Da’i. Puas rasa hati saya, tambah marem keyakinan saya mendapat tetesan hikmah dari beliau. Matur nuwun, Pak.
Saya baru pulang ke rumah tiga hari kedepan. Saya ingin meyakinkan sekali lagi kepada istri bahwa apapun yang terjadi, saya akan tetap mencintainya. Cinta adalah cinta, dan belum hamil itu adalah urusan lain. Ada niatan saya untuk memeriksakan kesehatan reproduksi kami setelah saya pulang nanti. Mudah-mudahan istri setuju.
Kadang-kadang muncul pertanyaan dalam hati, “ Sedang mereka yang masih pacaran dan melakukan ‘perbuatan’ itu tidak dengan tenang saja bisa langsung jadi. Kenapa saya yang menikah secara sah dan menikmati setenang-tenangnya belum bisa juga?”
Demi menenangkan hati, kemudian pertanyaan itu saya jawab sendiri : itulah cara Allah mencintai umatnya. Dalam banyak kasus, justru cara mencintai Allah di luar jangkauan perkiraan dan prasangka manusia.
Soa cinta, saya akan menukilkan kembali catatan sang pujangga sufi Persia, Maulana Jalaluddin Rumi. Beliau pernah melukiskan keagungan cinta:
Melalui cinta semua yang pahit menjadi manis,
Melalui cinta semua tembaga menjadi emas.
Melalui cinta semua ampas menjadi anggur paling murni;
Melalui cinta semua penyakit berubah menjadi obat
Melalui cinta yang mati menjadi hidup,
Melalui cinta sang raja kembali menjadi seorang budak!
Hidup yang kita jalani tidak selamanya persis seperti yang kita harapkan. Pun Allah akan menilai seberapa kuat manusia berusaha. Soal hasil, itu hak Allah sepenuhnya. Saya yakin itu.
Istriku, yakinlah ini adalah bagian dari cara Allah mencintai keluarga kita. I LOVE U MORE THAN U KNOW.
Air Gegas, 01-02-2012

Komentar

  1. Anonim9:14 AM

    Semoga Allah mempersembahkan apa2 saja yg diharapkan kita semua. Kang, q juga yakin, semua ada waktunya. Apapun itu urusannya.
    Buat Ibu Negara, jgn pernah menyerah & putus asa. pantang menyerah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Berhaji dengan Bambang

Panorama Alami Air Terjun Perigi

JEJAK PENYAIR