Saya Bisa Menjadi Kekasih




Sebulan yang lalu, pada tanggal yang sama di tempat dan waktu yang berbeda. Untuk mengisi malam yang saya rasa begitu suntuk. Saya iseng-iseng sms an dengan teman perempuan saya nun jauh di seberang pulau sana. Sebagai catatan, teman perempuan saya itu sama sekali belum pernah kulihat wajahnya.

Awalnya biasa-biasa saja, saling bertanya kabar terakhir dan saling memberitahu kegiatan masing-masing. Kemudian melebar ke berbagai hal lain sampai kepada pertanyaan ‘sedang jomblo atau tidak?’ ‘masih membuka lowongan tidak?’ dan kalimat lain sebagaimana perbincangan dua muda-mudi. Setelah bersms ke sana-kemari. Entah berangkat dari sudut mana, sampailah kemudian saya bilang bersedia untuk menjadi kekasihnya, bersedia menyayanginya juga mencintainya, meski belum pernah ketemu. Artinya saya nekat, ibarat orang main judi nasib-nasiban. Padahal kalimat itu saya kirimkan hanya berdasar iseng belaka. Tidak benar-benar serius. Tapi sejurus kemudian, demi membaca balasan darinya, timbul kekhawatiran saya. Jangan-jangan ia menerima kalimat itu dengan sungguh-sungguh. Ya Allah, Tuhanku, bagaimana mungkin saya harus mengatakan yang sebenar-benarnya. Demi mengusir rasa bersalah, kemudian, saya pun menyudahi bersms, lantas beristighfar. Akhir dari  sms an itu ternyata malah membuat waktu seperti sengaja mengulur malam untuk tak segera beranjak pagi. Malam itu terasa oleh saya berlalu lebih lama dari malam biasanya.

Benar saja, malam itu perasaan saya tidak lagi suntuk tapi gelisah, bersalah dan dada berdegup kencang tak karuan. Tidak belingsatan, tapi cukup membuat mata saya tak kunjung merem. Saya sama sekali tidak bermaksud mempermainkannya. Tidak ! sama sekali tidak. Tapi kenyataannya saya memang main-main. Jika saya bilang itu hanya iseng belaka, toh nyatanya diam-diam saya memang mulai menyukainya. Jika saya lanjutkan keisengan itu, saya ragu apakah saya bisa benar-benar menjadi kekasihnya atau tidak. Sebab saya tidak menginginkan status ‘kekasih’ itu. Saya merasa status itu hanya akan menghambat saya untuk bisa ‘main-main’ dengan siapa saja nantinya. Padahal dalam dunia main-main itulah saya menjalani hari-hari sejak dahulu kala.


Malam berikutnya, saya nekat menghubungi handphonenya dan ingin menjelaskan semuanya. Sudah sekian menit obrolan itu berlangsung, kalimat yang sudah saya susun sedemikian rupa dalam kepala tak kunjung dapat saya keluarkan, bahkan hingga obrolan itu selesai dengan sendirinya. Ada sesuatu yang tidak kupahami, yang membuat hati saya melarang. Pun pada malam berikutnya, dan malam-malam selanjutnya, saya masih setia menghubunginya untuk sekadar menyampaikan bahwa malam itu saya tidak benar-benar serius mengatakannya. Tapi itu semua mentah tak terkatakan dan pada puncaknya saya harus mengaku kalah sebab ia telah benar-benar membuat saya jatuh cinta.

Akhirnya, demi mengingat yang saya katakan malam itu, saya pun mengakui diri resmi menjadi seorang ‘kekasih’ dari seseorang. Status yang sebenarnya belum saya harapkan datang. Namun hasil diskusi saya dengan hati saya menyimpulkan, bahwa sudah saatnya saya harus serius belajar menjadi kekasih dengan benar untuk kemudian belajar dengan serius bagaimana menjadi suami yang benar. Memang saya tidak sedang main-main. Saat ini, ia adalah satu-satunya perempuan yang ingin saya nikahi. Saya tidak ingin memiliki pilihan lain, itu sudah saya mintakan kepada Allah dalam do’a-do’a saya sehabis shalat. Sekarang saya mampu berkata “ Aku mencintaimu,” tanpa harus merasa membohongi diri sendiri dan itu membuat saya lega.

Sejak sebulan yang lalu, ada perubahan mendasar pada hari-hari yang saya lewati, terutama menjelang pagi. Saya tidak lagi shalat subuh pada waktu dhuha sebab ia menyediakan dirinya untuk menjadi alarm setiap pagi. Setiap hari saya juga harus berurusan dengan hati yang deg-degan melulu menahan cemburu dan rindu. Tapi anehnya saya merasa enggan mengusir rasa itu, saya begitu menikmatinya. Benar-benar membuat hari-hari saya lebih berwarna. Saya menemukan liku-liku jalan, simpang-simpang, ruang-ruang yang sebelumnya belum pernah terpikir dan belum pernah terbayangkan. Begitu mempesona dan membuat saya kerasan berada di dalamnya.

Tidak hanya itu saja yang berubah dari hari-hari saya. Baterai Hp saya tidak hanya habis karena memutar Mp3 semata, tapi juga karena setiap pagi dan malam hari saya harus menerima atau menelepon kekasih yang belum pernah kutemui itu. Sebulan ini,  setiap pagi saya tidak pernah putus berteleponan ria. Itu membuat beberapa teman menjadi heran dan bingung dengan tingkah saya, bahkan beberapa di antaranya cenderung tidak suka dengan perubahan saya. Saya tahu mereka bukan ngiri, tapi cemburu sebab waktu saya untuk mereka tereduksi oleh telepon kekasih saya. Mudah-mudahan mereka mengerti.

Kalimat yang saya susun dahulu itu, kalimat yang saya maksudkan untuk menjegal hadirnya status kekasih itu. Ketika kami obrolkan sekarang, berubah menjadi kalimat yang indah sekaligus menggelikan dan  sama sekali tak terdengar mengerikan sebagaimana yang saya khawatirkan dulu. Malahan menjadi judul pembicaraan yang menarik sebab dari situ akhirnya kami membuka (sebagian) keisengan, keburukan masing-masing, yang diam-diam kami simpan dari orang lain. Tentang saya yang jarang mandi, tentang seseorang yang sedang saya suka selain dia, tentang banyak hal yang tidak mungkin saya tuliskan di sini. Cukup itu menjadi rahasia kami saja. He he he....penasaran ya? Ya, tentu saja hanya sebagian saja yang bisa saya ceritakan. Ini cerita soal perasaan dan saya merasa kesulitan untuk menggambarkan secara persis perasaan yang sedang saya alami saat ini. Lebih mudah bagi anda untuk menggambarkan sedalam apa perasaan bahagia seseorang, jika dibanding menggambarkan kepedihan dan kesedihan seseorang. Saya informasikan bahwa sekarang saya sedang berada dalam kadar bahagia. (Palembang, akhir 2009)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Berhaji dengan Bambang

Panorama Alami Air Terjun Perigi

JEJAK PENYAIR