Kembalikan Kejayaan Sungai Musi

Jalajah Musi 2010

Sungai Musi, tak hanya menyimpan sumber protein hayati seperti ikan. Sungai Musi juga merupakan jalur transportasi yang menghubungkan masyarakat di sekitarnya dengan dunia luar. Apalagi banyak jenis kayu berkualitas tumbuh di seputarannya, sungai Musi juga menjadi jalur transportasi efektif untuk menyebarkan hasil buminya itu. Seiring berjalannya waktu, sungai Musi beralih fungsi. Tak hanya dimanfaatkan sebagai tempat mandi dan mencuci, serta menjadi kakus. Bahkan kini juga menjadi tempat pembuangan sampah dan limbah. Ekspedisi Jelajah Musi 2010 bermaksud mendorong masyarakat untuk mengembalikan fungsi sungai Musi sebagaimana mestinya.


Ekspedisi Jelajah Musi 2010 yang digelar oleh Harian Kompas menjelajahi aliran Sungai Musi, dimulai dari aliran sungai Musi di Desa Tajung Raya Kabupaten Empat Lawang hingga aliran sungai Sungsang Kabupaten Banyuasin. Menempuh jarak lebih dari 603 kilometer.
Acara pembukaan jelajah Musi di Desa Tanjung Raya Kecamatan Pendopo Lintang Kabupaten Empat Lawang, Senin, 8 Maret 2010 tersebut diawali dengan penampilan seni guritan oleh seniman guritan lokal, juga diisi gitar tunggal oleh seniman tutur Arman Idris..
Dalam penampilannya, seni guritan menyampaikan pesan, bahwa sungai Musi sangat berperan sebagai sarana transportasi masyarakat. Oleh karena itu, wajib adanya untuk menjaga lingkungan sungai dan hutan sebagai penyangganya.
Tim ekspedisi Jelajah Musi tersebut dilepas lansung oleh Gubernur Sumsel, Alex Noerdin, didampingi Bupati Empat Lawang, H Budi Antoni, Ketua DPRD Empat Lawang, David Aljufri, nampak pula Wakil Bupati Lahat Sukadi Duadji, redaktur pelaksana harian KOMPAS Budiman Tanuredjo dan unsur Muspida serta ratusan masyarakat.
Senada dengan pesan yang disampaikan seni guritan, pada kesempatan tersebut, Alex Noerdin mengatakan bahwa sejak zaman Dapunta Hyang, sungai Musi merupakan jalur transportasi dan banyak memberi manfaat untuk kehidupan. Namun, katanya, sekarang ini kerusakan sungai Musi sudah tampak dengan kebiasaan tidak sehat membuang sampah dan limbah ke sungai, juga dibabatnya hutan hingga mengakibatkan gundul. “Seharusnya 100-150 meter dari bibir sungai tidak boleh dijadikan lahan pertanian. Bahkan harus ditanami pepohonan untuk menahan air dan mencegah terjadinya longsor,” kata Alex.
Ia pun mengingatkan, kejadian banjir yang melanda sembilan kabupaten di Sumsel belum lama ini akibat perambahan hutan, terutama hutan yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS). “Sungai Musi marah, karena manusia merusak alam dan tidak menjaga kebersihan Sungai Musi,” katanya. Untuk itu, ia pun mengecam para pelaku ilegal logging dan meminta para pelakunya dihukum seberat-beratnya. “Sebab dampak perbuatannya itu dirasakan oleh sangat banyak orang,” tegasnya.
Sedangkan Budi Antoni Aljufri mengatakan, bahwa banyak potensi Empat Lawang yang belum tergali. Karenanya ekspedisi semacam ini mejadi penting untuk menggali lebih dalam potensi-potensi yang ada. “Ini kami harapkan bisa memberi masukan bagi pemerintah. Terutama Pemerintah Kabupaten Empat Lawang,” ujarnya.
Selama perjalanan, tim ekspedisi akan mengamati kondisi Daerah Aliran Sungai Musi dan beberapa sungai yang bermuara di sungai Musi, kondisi hutan, perkembangan perkebunan, hingga mengamati perubahan budaya masyarakat sungai. Selain itu, tim ekspedisi juga melakukan pencarian jejak-jejak peradaban kuno yang ada di sepanjang aliran sungai Musi, khususnya pada masa Sriwijaya.
Budiman Tanuredjo mengatakan bahwa selain menjelajahi sungai Musi, dalam kegiatan ekspedisi yang ke sembilan ini juga akan digelar beberapa kegiatan sosial seperti penyerahan dana kemanusiaan, pemberian buku, pengobatan gratis dan sebagainya. “Kita juga akan bagikan buku sebanyak 8.000 eksemplar kepada puskesmas, sekolah dan lembaga lainnya,” katanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Berhaji dengan Bambang

Panorama Alami Air Terjun Perigi

JEJAK PENYAIR